Thursday, March 5, 2009

COMMUNICATIVE APPROACH IN LANGUAGE TEACHING

1. Tinjauan Umum Mengenai Kurikulum

Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk meyiapkan anak didik untuk menuju ke suatu arah tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Nana Syaodih (2001 : 3 ) “Setiap prektik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja”.

Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu pedoman yang dapat membawa anak didik menuju ketujuan yang telah digariskan sehingga di dalam perjalanan tidak menyimpang kemana-mana. Pedoman tersebut dituangkan dalam kurikulum.

Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berupa dokumen resmi yang dimaksudkan sebagai pedoman di dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum memberikan arah demi tercapainya tujuan pendidikan berupa prilaku yang diharapkan.

Istilah kurikulum dalam pengertian yang luas digunakan oleh para ahli dalam dua pengertian sebagaimana yang dikemukakan oleh Zais (1976 : 1) yaitu ;

(1) Untuk menunjukan, suatu rencana untuk pendidikan anak didik, dan (2) menunjukan bidang studi Kurikulum sebagai suatu rencana biasanya merujuk kepada a curriculum atau the curriculum. Sementara itu kurikulum sebagai bidang studi, sebagaimana kebanyakan bidang spesialis, didefinisikan sebagai (1) sekumpulan substantive structure, dan (2) prosedur-prosedur inkuri dan praktek yang mengikutinya (the syntactical structure).

kurikulum terdiri atas komponen tujuan, materi, metode dan evaluasi.

Hal ini dijabarkan secara jelas oleh Tyler (1970) yang dapat dirangkum penyusun sebagai berikut :

1. Tujuan Pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah ?

2. Pengalaman Pendidikan yang bagaimanakan yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif

4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai ?

Peran guru sebagai pengembang di dalam kurikulum 1994 jauh lebih luas. Dalam GBPP kurikulum 1994, guru tidak diberi saran atau petunjuk untuk melaksankan kegiatan belajar siswa. Guru harus membuat keputusan mengenai berbagai hal secara profesional sehingga proses belajar siswa yang dinyatakan dalam GBPP dapat terlaksana secara maksimum. Untuk itu guru harus membuat keputusan mengenai alokasi waktu yang diperlukan (GBPP hanya memuat alokasi waktu untuk satu catur wulan), strategi dan metoda mengajar yang digunakan sehingga proses bantuan terhadap kegiatan belajar siswa dapat diberikan secara maksimal. Selain metode dan alat evaluasi guru harus pula menentukan sumber belajar yang akan digunakan siswa. Ini memberikan tuntutan profesional baru bagi guru (Hamid Hasan, 1995:6).

GBPP Kurikulum 1984 meliputi Tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum (TIU), Bahan pengajaran yaitu :

a. Kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi

b. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis

c. Kurikulum sebagai suatu kegiatan (porses)

d. Kurikulum sebagai suatu hasil belajar.

Di dalam makalah ini penyusun hanya membatasi membicarakan kurikulum sebagai rencana, proses dan hasil dalam bab ini dibatasi pada kurikulum sebagai rencana tertulis atau dokumen karena kurikulum sebagai proses dan hasil akan dibahas pada bab selanjutnya.

Kurikulum sebagai rencana merupakan terjemaahan ide harus dirumuskan mengikuti pola pedoman teknis kurikulum sebagai rencana, karena kurikulum sebagai ide tidak secara langsung dengan para pelaksana pendidikan. Sementara itu karena komunikasi yang disedikan oleh kurikulum sebagai rencana hanya searah menyebabkan ide yang disampaikan sering tidak dapat ditangkap oleh para pelaksana (Hamid Hasan, 1988 : 28-32).

2. Kurikulum Bahasa Inggris

Bahasa inggris adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Guru menempati kedudukan sentral, sebab peran sangat menentukan. Ia harus mampu menterjemahkan menjabarkan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum kemudian metranformasikan nilai-nilai tersebut kepada siswa melalui proses pengajaran sekolah.

Apa yang kelihatannya mudah, dalam teori sering dalam implementasi tidak semudah itu. Kurikulum yang direncanakan atau dokumen kurikulum ketika di lapangan atau saat diimplementasikan sering berbeda dengan harapan. Hal ini salah satunya dapat di sebabakan oleh faktor guru sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini. Selain itu ada pula yang dinamakan dengan kurikulum yang tersembunyi atau hidden kurikulum yang berbeda dengan dokumen kurikulum. Sejalan dengan hal ini Mars (1980 : 5) mempertanyakan : “Apakah guru cukup memberikan prioritas di dalam menghubungkan konsep perencanaan mereka dengan proses mengajarnya? Suatu rencana kurikulum saat diimplementasikan di kelas selalu ada dilingkungan yang tidak terduga yang akhirnya membuat guru melaksanakan pendekatan tradisional yang telah diterima sebelumnya”, dan Nana Syaodih (2001 : 212) : “Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), tetapi hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru dan juga murid dalam kelas (actual)”.

Hasil dari suatu pendidikan bukan hanya bergantung pada kurikulum tetapi ada hal-hal yang turut mempengaruhinya. Faktor guru misalnya sebagai orang yang berwenang menjalankan kurikulum pada tingkat kelas. Kurikulum hanyalah sebuah dokumen yang baru akan bermakna setelah diimplementasikan atau dilaksankan ke dalam proses belajar mengajar.

Guru sebagai pelaksana memegang peranan yang cukup penting. Tercapai tidaknya tujuan yang diharapkan tidak dapat dilepaskan dari pelaksana kurikulum dalam hal ini para guru di kelas. Bagaimana mereka menafsirkan kurikulum, menjabarkannya dalam disain pengajaran dan melaksanakan pengajaran sangat diwarnai oleh pengetahuan guru tersebut. Mengenai hal ini Nana Sudjana (1989 : 1) Menyatakan bahwa buku sumber lain atau meminta siswa untuk memfotocopy materi yang akan dipelajari. Di dalam penerapannya Surono dan Ahmad Margana (1995 : 7) Menambahkan bahwa :

GBPP Bahasa Inggris, karakteristik penyusunannya unik dibandingkan dengan GBPP mata pelajaran lain, disatu sisi guru sulit menyusun program pengajaran, sedangkan di sisi lain terbatasnya atau bahkan langkanya sumber yang dapat dipergunakan sebagai acuan KBM.”

3. Sejarah Lahirnya Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif merupakan pengajaran bahasa yang lahir karena para ahli bahasa pada akhir tahun 1960-an menyadari bahwa ada sesuatu yang keliru dalam pengajaran bahasa pada saat itu. Perubahan terjadi dalam pengajaran bahasa tradisional British yang menggunakan Situational Language Teaching. Bahasa di sini diajarkan dengan memperaktekkan struktur dalam aktivitas-aktivitas yang berdasarkan situasi yang bermakna. Cara ini dianggap tidak membuat mereka berhadapan dengan situasi secara lisan ketika mereka berhadapan dengan situasi di luar kelas. Begitu pula di Amerika teori linguistik yang mendasari audiolingualism ditolak. Hal ini membuat ahli linguistik terapan Inggris mulai mempertanyakan landasan teori yang mendasari pengajaran bahasa situasional.

Belajar bahasa sebagaimana tersebut di atas tidak menjamin bahwa pengguna bahasa (pelajar) akan dapat berkomunikasi di dalam bahasa tujuan (target language). Hal ini senada dengan apa yang diidentifikasi oleh Stern seorang guru dari SMP yang menyatakan bahwa sebelum mengikuti pelatihan mengenai pendekatan komunikatif, ia lebih cenderung “mengajarkan sesuatu tentang bahasa bukan mengajarkan bahasa”. Berkaitan dengan hal ini Stern (1984 : 158) menyatakan bahwa :

1. Language is speech, not writing

2. A language is what is the native speaker say, not what someone thinks they to say

3. language are different

4. a language is a of habist

5. teach the language, not about the language

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pendekatan komunikatif ada baiknya dibahas dahulu apa yang dimaksud dengan pendekatan. Dalam mempelajari bahasa dikenal adanya metoda, teknik, maupun pendekatan.

Richards (1985 : 17) dan Rogers (1985 : 18) : keduanya memberikan formulasi yang hampir sama yaitu : Pendekatan (approach) meliputi : hakekat bahasa dan belajar bahasa yang berfungsi sebagai referensi dan meletakkan dasar-dasar teori mengenai apa yang harus diakukan guru di dalam kelas. Setiap metoda (method) pengajaran bahasa beroperasi secara eksplisit dari teori bahasa dan teori bagaimana bahasa diperlajari. Disain (design) berhubungan langsung dengan pendekatan yang memberikan landasan bagi seleksi tehnik dan kegiatan mengajar. Sementara itu Richards menambahkan satu aspek lagi yaitu prosedur (procedure) yang berisi tehnik dan praktek dikelas yang serasi dengan desain tertentu.

Menurut Richards and Rodgers (1986 : 15) : Seorang ahli linguistik yaitu Edward Anthony pada tahun 1963 mengidentifikasi tiga level dari konseptualisasi dan organisasi yang diistilahkannya dengan approach, method, dan technique. Sususnanya merupakan hirarki. Kunci pengorganisasiannya adalah taknik mengandung metode yang konsisten dengan approach. Mengenai hal tersebut dijelaskan secara lebih rinci berikut ini :

. . . An approach is a set of correlative assumptions dealing with the nature of language teaching and learning. An approach is axiomatic. It describes the nature of the subject matter to be taught . . .

. . . method is an overall plan for the orderly presentation of language material, no part of which contradicts, and all of which is axiomatic, a method is procedural.

. . . a technique is implementational – that which actually takes pace in a classrom. It is a particular trick, strategem, or contrivance used to accoplish an immediate abjective. Techniques must be consistent with a method, and therefore in harmony with an approach as well.

Menurut model Anthony, pendekatan (approach) merupakan level dimana asumsi-asumsi dan kepercayaan tentang bahasa dan belajar bahas ditentukan : metode (method) merupakan level dimana teori diletakan dalam praktek. Di sini pula pilihan-pilihan diadakan mengenai keterampilan khusus yang akan diajarkan, konten tersebut akan disampaikan. Teknik merupakan level dimana prosedur di dalam kelas dijelaskan.

Pendekatan komunikatif dinamakan pendekatan karena dia merupukan dasar teoritis di dalam mempelajari bahasa. Pendekatan ini meletakan dasar-dasar teoritis bagaimana untuk membuat siswa dapat berkomunikasi, melalui prosedur pengajaran yang bermuara pada kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa yang dipelajarinya.

4. Pendekatan Komunikatif

Tujuan dari mempelajari suatu bahasa adalah agar dapat berkomunikasi dalam bahasa tersebut baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi. Komunikasi dengan lawan bicara, penulis dengan pembaca.

Suatu bahasa sebagai suatu sistem komunikasi secara minimal dapat dihubungkan ke suatu (code) yang disampaikan oleh individu untuk tujuan mengirimkan pesan. Berdasarkan analogi ini, linguistik – bila kita mengadopsi penekanan Sausure kode, sistem hukum-hukum formal, yang dimanisfetasikan dalam ucapan atau pesan. Menerapkan analogi yang sama untuk pengajaran bahasa, tujuan dari mempelajari bahasa adalah untuk mengajarkan kode ‘code’ yaitu bahasa kedua, sehingga pelajar dapat mengcode ‘encode’ (speak/write) atau decode (listen/read) bahasa kedua.

5. Ciri-Ciri Pokok Pendekatan Komunikatif

Finochiaro and Brumfit (1983 : 91) memberikan ciri-ciri pendekatan (F-N) Functional – National yaitu :

1. Makna merupakan hal yan utama

2. Dialog bila digunakan berpusat pada fungsi komunikatif dan bukan Merupakan memorisasi

3. Kontekstualisasi merupakan premis utama

4. Belajar bahas adalah belajar berkomunikasi

5. Komunikasi yang efektif sangat diharapkan

6. Drilling dibolehkan, tetapi dilaksanakan secara sederhana dalam upaya mencapai tujuan utama.

7. Pronuciation yang dapat dipahami sangat diharapkan.

8. Setiap sarana yang akan membantu pelajar diperbolehkan bervariasi tergantung pada usia, minat dan lain-lain

9. Usaha untuk berkomunikasi dianjurkan bahkan sejak pertama.

10. Penggunaan bahasa asli secara bijaksana dibolehkan dimana perlu.

11. Terjemahan dapat digunakan bila dibutuhkan siswa dan siswa mendapatkan keuntungan darinya.

12. Membaca dan menulis saat dimulai dari hari pertama bila diinginkan.

13. Sistem linguistik bahasa sasaran akan dipelajari dengan baik melalui proses dari berusaha keras/perjuangan berkomunikasi.

14. Kompetensi komunikatif merupakan tujuan yang diharapkan (yaitu kemampuan untuk menggunakan sistem lingguistik secara efektif dan tepat).

15. Variasi linguistik merupakan konsep utama dalam materi dan metodologi

16. Pengurutan ditentukan oleh setiap pertimbangan mengenai konten, fungsi, atau makna yang menimbulkan minat.

17. Guru menolong siswa dengan cara apapun yang memotivasi mereka untuk bekerja dengan bahasa tersebut.

18. Bahasa tercipta oleh pribadi sering melalui trial and error.

19. Kelancaran dan keberterimaan bahasa merupakan tujuan utama : ketepatan dinilai bukan dalam abstrak tetapi dalam konteks.

20. Siswa diharapkan berinteraksi dengan orang lain baik berpasangan maupun dalam kelompok kerja, secara lisan atau tulisan.

21. Guru tidak mengetahui secara tepat bahasa apa yang akan digunakan siswa.

22. Motivasi instrinsik akan muncul dari minat mengenai apa yang akan dikomunikasikan siswa melalui bahasa.

Kemampauan komunikatif tidak dengan sendirinya diperoleh. Suatu latihan yang berkelanjutan sangat diharapkan dalam upaya menguasai kemampuan untuk dapat berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi seseorang harus : dasar yang dipersyaratkan untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Setelah memahami kosa kata dan struktur minimal, pelajar harus mampu menggabungkan kata demi kata utnuk membentuk kalimat yaitu mengepresikan proposition. Menghasilkan contoh dari usage : di mana pengetahuan yang abstrak dimanifrestasikan. Usage merupakan salah satu aspek dari performance dimana aspek ini memberi bukti tingkat dimana pengguna bahasa mendemonstrasikan kemampuannya mengenai hukum linguistik. Use merupakan aspek lainnya dari performance dimana pengguna bahasa mendemonstrasikan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuannya mengenai hukum-hukum bahasa untuk komunikasi yan efektif, Richards 1982 : 82 dan Widdowson : 1990 : 3, 22-26).

6. Kegiatan-Kegiatan Yang Menunjang Kemampuan Komunikatif

Kemampuan komunikatif merupakan suatu kemampuan yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membuat siswa memperaktekkan kegiatan-kegiatan komunikasi. Siswa yang telah memiliki sejumlah kosa kata dasar yang dibutuhkan dalan suatu percakapan dapat diajak untuk mempraktekkan kegiatan-kegiatan komunikasi. Struktur bahasa dipelajari secara internalisasi yaitu secara tidak sadar dimasukkan saat mereka memperaktekkan kegiatan-kegiatan komunikatif. Kegiatan komunikatif terdiri atas pre-communicative dan communicative

Melalui kegiatan-kegiatan pre-communicative, guru mengisolasi elemen pengetahuan dan keterampilan khusus yang menyusun kemampuan komunikatif, dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekkannya secara tepisah bagi pelajar. Di sini pelajar dilatih dengan aktivitas-aktivitas belajar sebagaimana dapat ditemukan dalam buku teks dan buku pegangan metodologi seperti berbagai jenis drill atau praktek bertanya-jawab. Tujuan adalah untuk mempersiapkan sisa dengan sistem linguistik yang lancar, tanpa diharuskan menggunakan sistem ini untuk tujuan berkomunikasi. Tujuan utama yan diharapkan dari pelajar adalah menghasilkan bahasa yang diterima (yaitu yang keakuratan dan ketepatannya, bukan untuk dengan murid dan antara murid dan guru. Hubungan tersebut dapat menolong untuk humanisasi kelas dan menciptakan lingkungan yang mendukung pribadi dalam usahanya untuk belajar.

7. Memahami Konsep Makna

Bahasa dipergunakan sesuai dengan situasi dan konteks sosialnya. Begitu pula bahasa itu mengandung makna : Struktural dan fungsional di dalam dirinya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Hymes and Holliday (1987 : 1) menyatakan bahwa : “ Mastery of language use’- teaching the student how ‘to mean’ as well as how ‘to form’ has not of course been entirely neglected”.

Pendengar harus dapat memahami makna yang diungkapkan oleh pembicara karena bila tidak, apa yang dimaksudkan oleh pembicara dapat ditafsirkan secara salah. Kalimat : “Why don’t you close the door?”. Dari sudut pandang struktural kalimat tersebut merupakan kalimat negatif. Dari sudut pandang fungsional kalimat tersebut dapat berfungsi sebagai suatu pertanyaan – sebagai contoh, pembicara benar-benar ingin mengetahui mengapa temanya tidak pernah menutup pintu kalau keluar. Kalimat tersebut juga dapat berupa perintah dalam hal seorang guru yang menyuruh muridnya utuk menutup pintu ketika keluar. Dalam situasi yang lain dapat berupa permohonan, saran, atau keluhan. Dengan kata lain struktur kalimat tersebut tetap namun fungsi komunikatifnya bervariasi tergantung kepada situasi dan faktor sosialnya. (Littlewood : 1981 ; 1-2).

8. Peranan Guru

Seorang guru berkewajiban untuk menguasai kurikulum termasuk di dalamnya GBPP. Hal ini akan membantunya di dalam mengoperasionalkan kurikulum tersebut di dalam kelas. Selain itu guru harus paham dengan metoda mengajar yang diharapkan oleh kurikulum. Sri Utari (1993 : 121) memberikan kriteria guru yang bagaimana yang diharapkan untuk mampu mengajar bahasa Inggris dengan menggunakan pendekatan komunikatif :

(a) Mengetahui bagaimana berkomunikasi dalam bahasa itu :

(b) Mengerti dan mengetahui latar belakang teori tentang pendekatan komunikatif.

(c) Mampu menyampaikan materi pelajaran kepada pelajarannya secara komunikatif.

Kemampuan guru untuk berkomunikasi dalam bahasa yang diajarkan sangat penting. Menggunakan bahasa Inggris di kelas dapat melatih siswa untuk mempraktekkan bahasa tersebut. Guru juga turut untuk terus meningkatkan pengetahuannya tentang metode mengajar. Ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat sering jauh melebihi kemampuan guru untuk mengikutinya. Bila tidak kreatif guru akan terus mengajar dengan metode yang sama dari tahun ke tahun tanpa terpengaruh oleh apa yang dituntut di dalam kurikulum. Berhubungan dengan hal ini, Stern (1984 : 75) menyatakan :

Apakah kita mengajar sebagaimana kita diajar dahulu? Ataukah kita bereaksi dalam cara kita sendiri berdasarkan pengalaman yang kita peroleh? Perubahan apa selama berlalunya waktu dalam filsafat pelajaran kita yang mampu kita deteksi dan apa yang telah mendorong perubahan-perubahan ini? Apa yang merupakan perubahan yang dominan di dalam teori kita sendiri?.

Lebih jauh menyatakan bahwa : “Guru seringkali menganggap dirinya sebagai orang lapangan. Bahkan ada yang dinyatakan oleh teori itu sangat sempurna tetapi apa yang dinyatakan oleh teori itu sangat sempurna tetapi tidak dapat diterapkan di dalam praktik”, 1984 : 23. sebagaimana mereka tidak dapat menerapkan pendekatan komunikatif. Mereka lebih cenderung pada model elektik. Dalam hal ini guru kembali kepada model lama yang telah begitu akrab dengan mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Widdowson sebagaimana dikutip Stern (1984 : 29) : “For example many language teahers consider themselves to be eclecties teaching approach nor do they base their philosophy on a named psychological or linguistic theory”.

Siswa sebagai orang yang mempelajari bahasa sepatutnya mendapat perhatian sehingga pendekatan komunikatif berpusat pada siswa. Siswalah orang yang diharapkan mampu berkomunikasi setelah mempelajari bahasa Inggris. Guru berupaya agar siswa mau berinteraksi secara aktif baik dengan guru dan sesama siswa dengan menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan siswa mau menggunakan bahasa yang dipelajarinya untuk berkomunikasi. Belajar dilaksanakan dengan mempraktekkan bentuk-bentuk bahasa yang telah dipelajari ke dalam kegiatan-kegiatan komunikasi. Dalam hal ini siswa aktif. Mereka harus diberi pengertian bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Dengan demikian siswa harus banyak melakukan praktek menggunakan bahasa tersebut melalui tugas-tugas yang disiapkan guru. Hal ini sejalan dengan butir k dalam GBPP Bahasa Inggris 1993:5 yaitu : “Siswa harus berperan aktif dalam proses komunikatif”. Mereka harus diberi motivasi agar mau berkomunikasi. Bahkan salah atau benar tetapi yang terpenting yaitu orang atau lawan bicara memahami pesan yang disampaikan. Breen and Candlin dalam Richards (1985:22) menyatakan bahwa :

The role of learner as negotiator – betwen the self, the learning process, and the object of learning – emerges from and interacts with the role of joint negotiator within the group and within the classroom procedures and activities which the group undertakes. The implication for the learner is that he should contibute as much as he gains, and there by learn in an interdependent way.

Untuk menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dalam bahasa Inggris, maka suasana kelas harus akrab, rileks sehingga siswa tidak merasa malu untuk berkomunikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai tugas, kegiatan-kegiatan dan permainan-permainan yang mendorong terjadinya komunikasi. Mereka harus dibiasakan untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya dengan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan tidak akan ditertawakan. Mereka dibiasakan untuk berbicara di kelas dalam pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan bahasa Inggris. Misalnya ingin menanyakan sesuatu pada guru atau meminta ijin keluar untuk sesuatu urusan. Dalam hal ini tentu yang utama guru harus menggunakan bahasa Inggris juga di dalam mengajar.

Stern (1981:177) menyatakan bahwa : “While not repediating a formal linguistic analysis, they welcomed the shift in interest in linguistic, theory towards discourse analysis, sematics, speech act theory, seciolinguistics and pragmatics”. Dengan mendasarkan dirinya pada speech act theory dan discourse analysis dan dengan diperkenalkan kepada pandangan sosiolinguistik, para ahli menjadi lebih dekat kepada penggunaan bahasa di dalam kehidupan yang sesungguhnya. Hal ini membuat pengajaran bahasa lebih relevan dengan kebutuhan siswa yang akan digunakannya dalam percakapan sehari-hari, bukan suatu pengajaran mengenai ilmu bahasa semata, tetapi bagaimana mengaitkan pengetahuan mengenai kebahasaan tersebut ke dalam penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan-Robert, C. and Biklen-Sari Knopp. (1992). Qualitative Research for Education. USA : Allyn and Bacon.

DEPDIKBUD. ( 1994 ). GGBP Bahasa Inggris SLTP. Jakarta : DEPDIKBUD

Erickson-Frederick. ( 1986). Edited by : Wittrock-Merlin C.. Handbook of Research on Teaching. London : Macmillan.

Feisal – Yusuf Amir, et al. (1990 ).Penggunaan Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Inggris di SMP : Bandung : IKIP Bandung.

Finocchiaro – Mary. and Brumfit-Christopher. (1983) Functional – National Approach From Theory to Practive. New York : Oxford University Press.

Hasan – Hamid ( 1988 ). Evaluasi Kurikulum, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Killen – Roy. ( 1998 ), Effective Teaching Strategies. Australia : Social Science Press.

Kindsvatter – Richard, et all. (1996). Dinamic of Effective Teaching. Network : Longmen Publishers USA.

Liitlewood-Wiliam. (1981). Communicative Language Teaching ; An Introduction. Cambridge : Cambridge University Press.

Nasution, S. (1991). Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Nasution, S. (2001). Asas-Asas Kurikulum. Bandung : Bumi Aksara.

Richards – Jack, C. (1985). Approach and Methods in Language Teaching. Cambridge : Cambridge Language University Press.

Richards-Jack, C. and Rodgers-Thedore, S. (1986). The Context of Language Teaching, Cambridge : Cambridge Language University Press.

Sukmadinata – Nana Syaodih. (2001). Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek PT. Remadja Rosdakarya : Jakarta.

Sudjana – Nana (1989). Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.

Surono, and Margana – Ahmad. (1995). Masalah – masalah Operasional dalam Penerapan Kurikulum SLTP dan PMU dan Upaya Pemecahannya. Dalam Seminar dan Diskusi panel Latar Belakang Konsep, dan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah 1994. bandung : IKIP Bandung.

Stern. H.H. (1983). Fundamental Concepts of Language Teaching. Oxford : Oxford University Press.

Swan – Michael. ( 1990 ). A Critical Look at the Communicative Approach in Currents of Change in English Language Teaching : Edited by Rossner et al. oxford : Oxford Unversity Press.

Tarigan – Henry Guntur. ( 1989 ). Pengajaran Kompetensi Komunikatif ; Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta : DEKDIKBUD.

Tilaar, H.A.R. (1991). Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pengembangan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila. Disajikan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V. Jakarta.

Tyler – Ralph W. ( 1971 ). Basic Principles of Curriculum and Instruction, USA : The University of Chicago Press.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2002). Pedoman Penelitian Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Usman – Moch. Uzer. ( 1996 ). Menjadi Guru Profesional. Bandung : remaja Rosda Karya.

Zais – Robert S. (1976). Curriculum : Principles and Foundation. New York : Harper and Row Publishers, Inc.